Jumat, 04 Desember 2015

MAKALAH: HAKIKAT MANUSIA

MAKALAH 

HAKIKAT MANUSIA


BAB I
PENDAHULUAN
            Dalam bab ini, penulis akan memaparkan dan menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan karya tulis ini dan batasan penulisan yang menjadi ruang lingkup pembahasan makalah ini.
Latar Belakang Masalah
            Dunia dihuni oleh berbagai macam mahluk hidup, mulai dari tumbuhan, hewan dan juga tentunya manusia. Manusia menjadi bagian dari alam semesta dan tinggal di dalam dunia. Firman Tuhan menyatakan bahwa dunia serta isinya diciptakan oleh Allah sebagai ciptaan yang “Sungguh amat baik”. Diantara semua ciptaan yang lain, maka manusia menjadi ciptaan yang paling sempurna. Manusia dikatakan sebagai mahkota dari semua ciptaan yang lain.
            Namun seiring berkembangnya pengetahuan dan teknologi manusia, maka banyak orang berusaha mencari tahu, bagaimana asal-usul manusia sebenarnya sesuai dengan apa yang dapat dipahami oleh manusia. Hal ini pada akhirnya menyebabkan banyak munculnya teori-teori mengenai asal-usul manusia, meskipun Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa manusia diciptakan Allah sebagai ciptaan yang agung dan berharga karena diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah.
Rumusan Masalah
            Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan diatas, maka penulis akan merumuskan masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini, sebagai berikut:
1.        Apakah hakikat manusia itu?
2.        Bagaimana manusia diciptakan?
3.        Apa makna segambar dan serupa dengan Allah?



Tujuan Penulisan
            Berdasarkan pertanyaan pada rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.        Supaya pembaca mengetahui hakikat manusia sebenarnya.
2.        Supaya pembaca semakin mengerti bahwa manusia diciptakan Allah dengan sangat luar biasa.
3.        Supaya pembaca mengetahui dan memahami makna segambar dan serupa dengan Allah.
Batasan Penulisan
            Mengingat betapa luasnya pembahasan mengenai manusia, maka penulis perlu membatasi pembahasan pada karya tulis ini dengan hanya membahas hakikat manusia berdasarkan Kejadian 1 : 26-27, ditambah dengan beberapa sumber menyangkut teori tentang asal usul manusia. Penulis merasa bahwa apa yang dibahas dalam makalah ini sudah cukup memberikan sedikit pemahaman kepada pembaca sekalian.













BAB II
LANDASAN TEORI
            Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai hakikat manusia, manusia diciptakan oleh Allah, dan manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Hakikat Manusia
            Keberadaan manusia adalah sesuatu yang menarik untuk dibahas dan dibicarakan. beragam pandangan dan penelitian dilakukan untuk dapat memahami manusia. dalam bagian ini, penulis akan membahas mengenai hakikat manusia dalam kaitannya dengan banyaknya teori mengenai asal-usul manusia, unsur-unsur dalam diri manusia dan keberadaan manusia sebagai mahluk individu dan sosial.
Asal – Usul Manusia
            Keberadaan manusia didunia ini, mengundang banyak pendapat yang melahirkan teori-teori bagaimana manusia bisa ada didunia ini. banyak pakar berlomba-lomba mencari bukti, alasan dan kemungkinan asal-usul manusia. Dari sekian banyak teori yang mengemukakan asal-usul manusia, berikut ini akan dibahas beberapa teori tersebut:[1]Teori Cosmic: Teori ini mengatakan bahwa kehidupan dan alam semesta ini memang dari awal selalu ada. Karena alam semesta ini akan selalu ada, maka hal ini akan selalu terjadi selamanya dan terus menerus. Ancient Astronaut:       Ide umum dari teori ini adalah alien datang ke bumi berjuta-juta tahun yang lalu dan menabur kehidupan, baik untuk tujuan masa depan atau ketidaksengajaan, bahkan teori lain yang berdasar dari teori ini mengatakan bahwa dewa-dewa dari hampir seluruh agama adalah sebenarnya mahluk terestial (alien). Progressive Creationism: Teori ini mengatakan bahwa Tuhan membuat bumi secara perlahan-lahan dimana tanaman dan hewan membutuhkan waktu untuk beradaptasi agar mereka dapat cocok dengan kehidupan di dunia. Punctuated Equilibirium: Teori ini mengatakan bahwa jika evolusi adalah sebuah proses yang bertahap maka seharusnya penemuan-penemuan fosil memberikan banyak fosil yang menunjukkan proses transisi tersebut. Scientology: Teori ini mengatakan bahwa manusia berevolusi dari burung ke hewan lainnya lalu ke monyet, sebelum menghabiskan waktu ribuan tahun sebagai manusia purba.
            Theistic Evolution: Jika para pemercaya agama mengatakan bahwa evolusi menentang keberadaan Tuhan, maka Theistic Evoluton adalah teori yang menjembataninya. Ide utamanya tetap Tuhan yang menciptakan alam semesta dan isinya, hanya saja kali ini  penciptaan dengan menggunakan ilmu pengetahuan, yaitu Big Bang, fisika kuantum dan seterusnya. Alam semesta ini merupakan hasil dari Tuhan sebagai professor menggabungkan berbagai jenis atom dalam laboratorium suci pengetahuannya. Teori Evolusi Darwin: Salah satu teori yang paling dikenal mengenai keberadaan manusia, dimana ia mengatakan bahwa manusia sebenarnya berasal dari monyet yang berevolusi dalam jangka waktu lama hingga menjadi manusia purba dan manusia purba tersebut berevolusi lagi menjadi manusia modern seperti sekarang ini. Semua evolusi tersebut memakan jangka waktu yang sangat lama. Ini adalah teori yang melambangkan pengetahuan di mata para ilmuwan.
Unsur Manusia Sebagai Mahluk
            Manusia sebagai mahluk hidup, memiliki unsur-unsur yang menjadi bagian dari kehidupannya. Unsur-unsur ini menyusun manusia menjadi mahluk yang utuh dan hidup. Ada dua pandangan mengenai unsur-unsur dalam diri manusia, yakni pandangan yang mengatakan bahwa manusia adalah mahluk dikotomi yang terdiri dari dua unsur dan pandangan bahwa manusia adalah mahluk trikotomi yang terdiri dari trikotomi.
Dikotomi
            Para penganut dikotomi menyatakan bahwa manusia hanya terdiri dari 2 unsur saja, yaitu: tubuh dan jiwa (atau roh) saja. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara jiwa dan roh, sebab keduanya diyakini sebagai unsur yang sama, yaitu yang bersifat rohani. Contoh “gereja dikotomi: Reformed Church, Methodist, gereja-gereja tradisi, dan yang lainnya”.[2] Konsep dikotomi ini di anut sejak sekitar awal mula pemikiran Kristen. Menyusul konsili di konstantinopel pada tahun 381, pendapat ini menjadi makin populer sehingga dapat dikatakan menjadi kepercayaan yang secara resmi diterima oleh gereja. Kebanyakan para penganut teori ini mendasarkan pandangannya pada argumentasi bahwa ketika Allah menciptakan manusia, Allah menghembuskan ke dalam manusia hanya satu prinsip saja, yaitu jiwa/napas yang hidup. “Kej. 2:7, Penyebutan jiwa dan roh secara bersamaan seperti dalam I Tesalonika 5:23 dan Ibrani 4:12, tidak harus ditafsirkan sebagai adanya dua substansi yang berbeda, dan pada umumnya kesadaran manusia hanya menunjukkan adanya dua bagian dalam diri manusia, yaitu unsur yang badaniah/jasad (yang dapat dilihat) dan unsur rohaniah (yang tidak dapat dilihat)”.[3]
Trikotomi
            Yang mula-mula mempopulerkan trikotomi adalah Watchman Nee (1903-1972) seorang hamba Tuhan dari China, melalui bukunya yang diterbitkan dalam 3 volume dan berjudul: “Spiritual Man”. Yang menyatakan bahwa sebenarnya manusia terdiri dari 3 unsur, yaitu: tubuh, jiwa, dan roh. Lebih jauh dikatakan bahwa tubuh terdiri dari tulang, daging, darah, panca indra dan organ-organ tubuh. Sedangkan jiwa terdiri dari rasio, emosi, dan kemauan. Binatang berbeda dari manusia, sebab binatang hanya terdiri dari tubuh dan jiwa saja, tanpa hati nurani. Contoh “gereja trikotomi: gereja Pantekosta, karismatik, dan yang lainnya”.[4]



Manusia Sebagai Mahluk Individu Dan Sosial
Pada dasarnya,manusia adalah makhluk individu manusia yang merupakan bagian dan unit terkecil dari kehidupan sosial atau manusia sebagai makhluk sosial yang membentuk suatu kehidupan masyarakat, manusia merupakan kumpulan dari berbagai individu. Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah  yang pada hakikatnya mereka sebagai makhluk individu. Adapun yang dimaksud individu menurut(Effendi, 2010: 37) adalah berasal dari kata in dan divided. Dalam bahasa Inggris in mengandung pengertian tidak, sedangkan divided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi atau satu kesatuan.[5] Dalam hal ini, artinya bahwa manusia sebagai makhluk individu merupakan kesatuan aspek jasmani dan rohani atau fisik dan psikologis, apabila kedua aspek tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai individu.
Adapun yang dimaksud Istilah sosial menurut adalah ”Sosial” berasal dari akar kata bahasa Latin Socius, yang artinya berkawan atau masyarakat. Sosial memiliki arti umum yaitu kemasyarakatan dan dalam arti sempit mendahulukan kepentingan bersama atau masyarakat.[6] Adapun dalam hal ini yang dimaksud manusia sebagai makhluk sosial adalah makhluk yang hidup bermasyarakat, dan pada dasarnya setiap hidup individu tidak dapat lepas dari manusia lain. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya.

Manusia Diciptakan Oleh Allah
            Keberadaan manusia didunia ini bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya. keberadaan manusia tidak dapat dilepaskan dari Allah. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa: “...Maka Allah menciptakan manusia itu…" (Kejadian 1:27). Manusia diciptakan dan diadakan oleh Allah. Penciptaan manusia oleh Allah merupakan suatu karya yang sangat luar biasa.
Diciptakan Dengan Pertimbangan Dan Perencanaan
            Dalam Kejadian 1:26 – firman Tuhan berkata: Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia...”. Allah menyebut "Kita" menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang Tritunggal. Allah dalam tiga Oknum ini sedang berdiskusi, merencanakan sesuatu bagi ciptaan teragung sehingga ditulis demikian jelas proses dari penciptaan itu. (Peta dan Teladan Allah, hal. 9). Apa yang disaksikan oleh Alkitab sangatlah menarik karena di dalam penciptaan yang lain, hanya dikatakan bahwa Allah berfirman dan semuanya jadi. Tetapi ketika Allah akan menciptakan manusia tidak demikian prosesnya, melainkan : “Baiklah Kita menjadikan manusia…” (Kej 1:26). R. Soedarmo dalam bukunya mengatakan bahwa “Tuhan Allah waktu menjadikan makhluk-makhluk lain hanya berfirman saja “Jadilah ini” dan “Jadilah itu”, tetapi ketika Tuhan akan menjadikan manusia, Ia bermusyawarah”.[7] (Ikhtisar Dogmatika, hal. 139).  Sementara itu, Budi Asali mengatakan bahwa “Allah berunding dulu sebelum menciptakan manusia (Kej 1:26-27), ini adalah perundingan ilahi, karena dilakukan antar pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal”.[8] Sedangkan Stephen Tong berpandangan bahwa “sebelum Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus mencipta, Mereka berdiskusi dan Allah berkata, 'Mari Kita menciptakan manusia menurut peta dan teladan Kita”.[9] Semua ini menunjukkan bahwa manusia sangat berharga dan istimewa di hadapan Allah.


Diciptakan Langsung Oleh Allah
            Teori evolusi yang dipelopori oleh Charles Darwin lewat bukunya Origin of the Species pada tahun 1859, mengatakan bahwa semua mahluk hidup yang ada didunia ini adalah hasil dari evolusi. Akan tetapi hal ini bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Alkitab, bahwa manusia adalah hasil ciptaan Allah yang diciptakan secara langsung dan sempurna. Alkitab mengatakan dalam Kejadian 2:7, “...ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah...” hal ini berarti bahwa ketika Allah membentuk dan menciptakan manusia, maka langsung berwujud manusia, bukan berwujud mahluk yang lain. Manusia diciptakan dengan tanganNya sendiri (Kejadian 2:7, Ibr.yatser, aktivitas yang kreatif), Allah membentuk (to carve, yatser). “Didalam kata yatser mengandung unsur seni”.[10]
Dihidupkan Dengan Nafas Allah
Setelah Allah membentuk manusia dari debu tanah, maka Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa Allah menghembuskan “nafas” ke dalam hidungnya, sehingga manusia menjadi hidup. Kehidupan diperoleh manusia setelah Allah menghembuskan “nafas” kepada manusia. Tanpa “nafas” dari Allah, manusia hanyalah sebongkah tanah yang mati. “Manusia yang memiliki nafas hidup dari Allah adalah hasil karya Allah yang keadaannya berlainan sekali dengan Allah yang menciptakannya”.[11]
Diciptakan Segambar Dan Serupa Dengan Allah
            Alkitab menyatakan bahwa Allah membentuk dan menciptakan manusia seturut dengan rupa dan gambar Allah (Kejadian 2:26). Ini adalah keistimewaan manusia dibandingkan dengan ciptaan yang lain.
Makna Segambar Dan Serupa Dengan Allah
            Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang istimewa, yaitu sebagai gambar Allah, dalam bahasa Ibrani disebut “tselem dan dalam bahasa Latin disebut “Imago Dei”.[12] Segambar dengan Allah artinya adalah:[13] gambar Allah yang ada pada diri manusia hanya ditemukan melalui kapasitas-kapasitas akal budi, emosi, kehendak, imajinasi, relasi sosial. Diciptakan menurut rupa Allah, memiliki makna bahwa manusia mampu menanggapi dan menjalin persekutuan dengan Allah, dan mencerminkan kasih, kemuliaan, dan kekudusan.
Tujuan Diciptakan Serupa Dan Segambar Dengan Allah
            Yang menjadi tujuan Allah menciptakan manusia serupa dan segambar dengan-Nya adalah Pertama, menunjukkan hubungan yang khusus antara manusia dengan Allah sebagai penciptannya. Tujuannya adalah, sebagai gambar Allah, manusia harus dapat mengasihi Allah dengan benar. Adam dan Hawa memiliki kesamaan moral dengan Allah, karena mereka adalah benar dan kudus (bd. Ef 4:24), dengan hati yang sanggup mengasihi dan ingin melakukan yang benar. Mereka memiliki kesamaan inteligensi (akal) dengan Allah, karena mereka diciptakan dengan roh, pikiran, perasaan, dan kuasa untuk memilih (Kej 2:19-20; 3:6-7).
            Kedua, Cerminan hubungan manusia dengan sesamanya. Manusia tidak ciptakan hanya sebagai laki-laki tetapi juga diciptakan sebagai perempuan. Tujuannya: Sebagaimana hakekat Allah Tritunggal demikianlah manusia sebagai gambar Allah harus  hidup dalam persekutuan dengan sesamanya. Ketiga, Hubungan manusia dengan makhluk ciptaan yang lain. Tujuannya : Sebagai gambar Allah, manusia diberikan wewenang, tugas dan tanggung jawab oleh Allah untuk menguasai bumi atas nama Allah (1:26-29; bdk Maz 8:7-9).
Tugas Dan Tanggung Jawab Manusia
            Sebagai ciptaan yang sempurna jika dibandingkandengan mahluk lain, maka manusia memiliki tempat dan hak yang istimewa yang tidak dimiliki oleh mahluk lain. Yang menjadi “tugas dan tanggung jawab manusia adalah sebagai mandataris Allah, manusia diciptakan untuk memuliakan Tuhan, diciptakan untuk menikmati persekutuan dengan Tuhan, diciptakan untuk melakukan kehendak-Nya (Yohanes 14:21),dan untuk mengenal Allah dan kehendakNya”. [14]

BAB III
PENUTUP
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan kesimpulan dan saran bagi pembaca. Diharapkan kesimpulan dan saran ini, pembaca dapat mengambil makna dari tulisan ini.
Kesimpulan
            Manusia diciptakan Allah dengan cara yang luar biasa, dengan perencanaan dari Allah, hingga akhirnya Allah sendiri yang membentuk manusia dari debu tanah, bahkan menghembuskan nafas hiidup ke dalam hidung manusia sehingga manusia menjadi mahluk yang hidup. Manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, yang didalamnya terkandung makna dan tujuan yang tidak lain adalah mengacu kepada hubungan dengan Allah dan dengan sesama serta lingkungan. Manusia mewarisi sebagian sifat dan natur Allah meskipun sebagai ciptaan, tidak akan pernah menjadi sama dengan Allah.
Saran
            Melalui karya tulis ini, penulis akan menyampaikan saran kepada pembaca, yaitu:
1.        Bersyukur dan menghargai apa yang telah Tuhan berikan
2.        Memiliki pemahaman yang benar akan penciptaan manusia sesuai dengan Alkitab sehingga tidak mudah disesatkan oleh pengajaran dan teori-teori yang salah
3.        Dengan kekuatan yang dari Tuhan, setiap orang percaya harus memenuhi apa yang menjadi Tujuan Alah menciptakan manusia.


                [5] Effendi, R. dan Setiadi, E.M. Pendidikan Lingkungan, Sosial, Budaya dan Teknologi. Bandung: UPI Press (2010). h. 37.
                [6] Ariska, I. (2013). Manusia sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial. [Online
[7] R. Sudarmo, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009, h. 139.
[8] Budi Asali, Eksposisi Kitab Kejadian, h. 9.
[9] Stephen Tong, Peta dan Teladan Allah, Jakarta: momentum h. 9.
[11] http://pudhan.blogspot.com/2011/11/hakikat-manusia.html
[12] Karel Sosipater, Etika Perjanjian Lama, Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2010, h. 9-21
[13] http://gkkbybaru.org/?page_id=432

Tidak ada komentar:

Posting Komentar